Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)
Jejak digital Kang Dedi Mulyadi (KDM) saat menangis ketika melihat rusaknya lingkungan, sempat viral. Sejumlah komentar pun bermunculan, termasuk komentar yang kurang empatik.
Termasuk suara lantang KDM saat Ia menjadi anggota DPR RI yang menekankan tentang perlunya semua pihak peduli lingkungan. Rusaknya lingkungan yang akut membuat KDM emosional di parlemen dan menangis di lokasi alam yang rusak.
Kini tangisan KDM dan emosi yang meluap, terjawab sudah. Apa jawabannya? Jawabannya adalah sejumlah bencana di berbagai daerah. KDM menangis karena Ia memahami bahwa perusakan lingkungan akan memakan korban.
KDM sangat tahu dan mengerti bila masyarakat nakal dan banal merusak lingkungan maka akan ada dampak luar biasa. Dampak itu adalah bencana yang akan memakan korban manusia. Bagaimana kisah bencana di Jawa Barat dan luar Jawa Barat, sudah dalam prediksi KDM.
Level kecintaan pada lingkungan dan kemanusiaan bagi KDM mungkin sudah sampai pada titik tertinggi. Sementara kita _pada umumnya_ abai dan tak perduli. Sungai, hutan, sawah, laut dieksploitasi tanpa rasa berdosa.
Bagi KDM, dimensi manusia dan alam semesta adalah kopel. Tak dapat dipisahkan antara kehidupan manusia dan kehidupan ekologi sekitar manusia. Manusia manusia yang merusak ekologi, bagi KDM adalah perusak nasib manusia.
Bagi sejumlah bangsa dan suku tertentu, alam ini bagaikan ibu kandung. Tak boleh disakiti atau dieksploitasi berlebihan. Tanah, udara, matahari, tumbuhan dan air adalah pemberi kehidupan, mereka bagaikan Sang Ibu.
Ketika KDM tak kuasa menahan tangis saat melihat hutan rusak. Tak kuasa menahan emosi di ruang sidang DPR RI ketika sejumlah kebijakan tidak berpihak pada kelestarian lingkungan.
KDM tahu apa yang akan terjadi kemudian bila semua orang tak peduli lingkungan. Ia menyadari bumi dan langit ini adalah titipan, bukan warisan. Titipan yang harus dijagalestarikan demi keberkahan manusia kemudian.
Pepatah bijak mengatakan, “Segala yang ada selain Allah adalah makhluk, hakekatnya kita sederajat dengan apa pun sebagai makhluk, termasuk dengan alam sekitar”. Berkawan dan baik baiklah pada alam sekitar sebagai saudara semakhluk.
Bukankah manusia adalah ciptaan Tuhan paling akhir di alam semesta? Jadilah pemelihara, pelestari dan konservator, bukan eksploitator yang membuat alam jontor dan terluka.
EN
ID
0 Komentar
Untuk mengirimkan komentar silakan login terlebih dahulu!