Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)
Kalau kita tangkap pesan substantif dari Kang Dedi Mulyadi (KDM) dan Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, terkait ekologi, sangatlah menyengat. Apa yang keduanya katakan terkait sikap dan sifat manusia berkaitan dengan kecintaan pada lingkungan.
KDM dan Nasaruddin Umar sepakat bahwa keberagamaan seseorang masuk kategori bohong bila abai pada lingkungan. Seperti bagaimana abai pada lingkungan itu. Seperti membuang sampah sembarangan, meng_urug sungai, merusak pesawahan, menggunduli hutan.
Bagi KDM dan Nasaruddin umar, umat beragama itu sejatinya bermanfaat pada lingkungan. Memberi manfaat dan tidak “khianat” pada lingkungan sekitar adalah diantara ciri orang beragama. Mencintai lingkungan secara tidak langsung mencintai pencipt_Nya.
Spirit ekoteologi, mencintai lingkungan bagian dari mencintai Allah, Tuhan yang mencipta. Jangan sampai kita menjadi entitas yang memburu ritual, gelar keagamaan dan taat giat keagamaan pupuler, tapi merusak lingkungan. Semu giat dan aktivitas agamanya menjadi bohong.
Alangkah indahnya bila para penganut agama punya mentalitas cinta lingkungan, hewan, tumbuhan, air, udara, tanah dan hutan. Pengantut agama yang cinta lingkungan adalah entitas yang adabnya tersambung dengan Tuhannya. Bersyukur pada alam pemberian Tuhan.
Bagaimana mungkin seorang yang ritualnya baik tapi duri dan sampah plastik di depan mata dibiarkan. Bohongkah ritualnya, hanya menggugurkan kewajiban? Bisa jadi demikian. Ritual itu penting, tapi tidak lebih utama dari bagaimana adab/akhlak pada sesama dan lingkungan.
Sungguh makin bohong beragamanya bila bolak balik ke tanah suci tapi bolak balik juga menggunduli hutan dan merusak lingkungan. Banjir gelondongan yang menimpa Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat serta beberapa daerah lainnya adalah buah tindak penganut agama yang bohong, bohong beragama.
Sahabat pembaca, ritual sebenarnya adalah adab di kehidupan. Adab adalah “ritual” keseharian kita yang terkoneksi dengan Sang Pencipta. Niat, pikiran dan hati, sejatinya vibratif dengan rahman rahim_Nya. Satu frekuensi dengan Sang Mencipta yang menciptakan alam ekologis.
KDM secara tidak langsung mengatakan bukan hanya hukum hukum Tuhan (syariat) dalam kitab suci yang harus kita pedomani. Tapi hukum hukum Tuhan, syariat Tuhan dalam hukum semesta harus dipatuhi. Bahkan bagi KDM, hukum alam itu lebih pasti dan tidak debatable.
Semua manusia terdampak hukum alam. Hukum agama tertentu hanya berdampak pada penganutnya. Agar kita tidak menjadi penganut agama yang bohong, maka ikuti ajaran agama dengan baik dan hargai lingkungan alam. Semua manusia ada di alam semesta dan lingkungan yang sama. Namun semua manusia terdiferensiasi oleh dogma dogma yang tak sama.
Apa pun dogma dan agama yang dianut, semua sama, akan terdampak hukum alam. Mari menjadi penganut agama terbaik, pecinta lingkungan terbaik. Ekoteologi mengajarkan ketersambungan iman, agama dan lingkungan pada Tuhan yang menciptakannya.
EN
ID
0 Komentar
Untuk mengirimkan komentar silakan login terlebih dahulu!